Sabtu, 18 Februari 2012

Hukum Agraria

Posted by Oliez On 20.29 No comments


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Kasus sengketa tanah antara warga dengan tentara di Desa Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur dengan oknum TNI AL adalah sebuah permasalahan dalam bidang agraria. Yang mana tanah warga yang luasnya 539,556 hektare, dan itu murni milik warga alas Tlogo yang sudah tercatat dalam buku induk tanah desa dan belum ada peralihan atau mutasi kepada pihak TNI AL, tetapi sama pihak TNI AL di gunakan untuk tempat pusat pelatihan sebagaimana pihak TNI AL merasa sudah memiliki hak atas lahan tersebut karena sudah tercatat  sebagai tanah negara atau Inventarisasi Kekyaan Negara (IKN).  Sepertinya hal inilah hyang menjadi faktor dalam kasus sengketa tanah antara warga Alastlogo, Pasuruan dengan pasukan TNI AL. Dimana pemerintah yang dalam hal ini sebagai pihak penengah harus mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun pemerinyah harus terlbih dahulu menyelidiki duduk perkara sengketa tanah tersebut, sehingga baik dari pihak warga Alas Tlogo dan pihak TNI AL, bahkan dari warga yang menjadi korban penembakan tidak merasa saling dirugikan dengan keputusan pemerintah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah di Alas Tlogo Pasuruan?
2.      Bagaimana upaya yang tepat untuk mengatasi masalah sengketa tersebut?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui sebab terjadinya sengketa tanah di alas Tlogo Pasuruan.
2.      Mengetahui penyelesaian masalah, baik menurut pemerintah ataupun dari pihak TNI itu sendiri.





1.      Posisi kasus

Berdasarkan data LBH Surabaya, konflik tanah antara warga desa Alas Tlogo dengan TNI AL berawal dari tahun 1960-1961. Pada waktu itu, lahan warga yang juga perkebunan Belanda diambil alih untuk kepentingan pemukiman tentara dan juga untuk latihan perang. Namun, dalam praktiknya, belakangan lahan-lahan tersebut juga disewakan kepada PT. Rajawali Nusantara.
Sejak tahun 1998, tanah yang seluas 539 hektar yang sudah digarap warga selama puluhan tahun diklaim telah dimiliki PT Rajawali Nusantara, sehingga gugatan hukum dilayangkan warga pada tahun 1999. Namun  pada tahun 1999 itu pula Pengadilan Negeri Pasuruan memutuskan bahwa PT Rajawali Nusantara lah yang memenangkan.
PT. Rajawali Nusantara telah memiliki bukti berupa sertifikat hak pakai. Sedangkan warga memiliki bukti kepemilikan tanah berupa Petok D dan Letter C. Sehingga warga mengajukan banding, tetapi belum ada putusan dari Pengadilan Tinggi Jawa Timur.[1]
Menyusul reformasi, terjadi proses re-claiming oleh warga Alas Tlogo dan sekitarnya terhadap tanah-tanah mereka yang sebelumnya dikuasai pihak TNI AL. Ketika itu terjadi kesepakatan bahwa pemukiman TNI AL (Prokimal) tak akan diutak-utik, namun lahan pertanian dikembalikan kepada warga untuk digarap.
Permasalahannya, sejak terjadi pergantian komandan tahun lalu, maka terjadi pula kebijakan yang berbeda. Aksi kekerasan terhadap petanipun kembali marak dan sering terjadi, bahkan beberapa kali warga dilaporkan dan dibawa secara paksa ke markas Marinir. Demikian juga telah terjadi peruntukan lahan lantaran sebagian lahan pertanian yang telah diakui milik TNI AL ternyata dialihfungsikan sebagai lahan pertanian hotikultura oleh PT Rajawali Nusantara. Perusahaan yang antara lain menanam tebu dan mangga ini mendapat konsesi pertanian dari pihak TNI AL.


PEMBAHASAN

A.     Hak Atas Tanah
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberikan wewenang dan kewajiban yang telah ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang[2]. Adapun diantara ciri-cirinya adalah tujuan penggunaannya bersifat sementara dan hak pakai tidak dapat diwariskan.
Sedangkan hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu paling lama 30 tahun(UUPA Pasal 35) dan suatu pemilikan hak di atas tanah orang lain yang bukan untuk usaha pertanian[3]. Sedangkan ciri-cirinya antara lain tergolong hak yang kuat, bisa diwaris oleh ahli waris yang mempunyai hak dan jangka waktunya terbatas sehingga dapat berakhir ketika waktunya habis.
Berbeda halnya dengan hak guna banguna dan hak pakai, yang dimaksud dengan hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya. Diantara cirinya yang paling kuat adalah “terkuat dan terpenuh”. Karena hak milik merupakan hak yang paling kuat di antara hak-hak atas tanah yang lain.hak milik dapat dibuktikan dengan bukti-bukti otentik yang berupa surat-surat kepemilikan terhadap tanah seperti petok, sertifikat ataupun akta tanah selama bukti-bukti tersebut masih belum dipindaktangankan kepada pihak lain.
Dengan melalui pemindahan hak atas tanah menyebabkan hak atas tanah dapat beralih dari seseorang kepada orang lain. Jadi pemindahan adalah perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah berpindah dari yang mengalihkan kepada yang menerima peralihan[4]. Adapun bentuk dari pemindahan hak tersebut bisa berupa jual beli, tukar menukar, hibah atau pemberian dengan wasiat.
Pada kasus sengketa tanah Alas Tlogo terdapat dua versi (pihak) yang bersengketa, yaitu versi penduduk (warga Alas Tlogo) dengan versi aparat TNI AL. Ketika itu penduduk telah mempunyai bukti atas kepemilikan tanah tersebut, yaitu berupa Girik dan Leter C, yang mana dengan dua bukti tersebut warga dapat membuat sertifikat tanah dengan menggunakan bukti atas kepemilikan Girik dan leter C. Namun dari pihak TNI AL juga mempunyai bukti hak atas tanah yang berupa SKEP (Surat keputusan). Karena dari kedua pihak memiliki bukti yang cukup untuk memperoleh hak atas tanah, maka di sinilah titik dari sengketa tanah Alas Tlogo. Secara teori versi penduduk yang di benarkan, karena mereka telah memiliki bukti yang berupa Girik dan Leter C. Namun jika dilihat dari prakteknya, keduanya bisa dibenarkan, karena penduduk Alas Tlogo tidak boleh mendirikan bangunan permanen.[5]
Kebenaran sejarah yang subjektif bisa menjelaskan kasus kelam atas tanah ini. Militer memiliki pembenaran sendiri, rakyat pun kukuh dengan keyakinannya.
Kepala Desa Alas Tlogo Imam Supnadi meyakinkan fakta dan data bahwa tanah tersebut milik masyarakat. Fakta dan data tersebut di antaranya sebuah buku tanah (Letter C), buku situasi tanah, serta Petok D sebanyak 403 lembar yang dimiliki warga sejak 1949
hingga1995.
Sementara ini warga yang kalah dalam kasus perdatanya sedang melakukan upaya hukum banding dengan melampirkan bukti-bukti baru kepemilikan tanah, di antaranya Petok D, serta buku letter C yang menunjukkan belum adanya transaksi jual beli antara warga dengan TNI AL.
Ketika pihak TNI AL hendak mengambil kembali lahan tersebut, warga protes dan melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Pasuruan pada tahun 1999. Namun gugatan tersebut ditolak pihak pengadilan.
Dari kedua belak pihak, baik itu TNI AL ataupun rakyat yang menduduki tanah tersebut memiliki kesalahan dan mereka memang patut untuk disalahkan,bagaimana mungkin seseorang yang jelas-jelas tidak memiliki hak tapi malah menuntut haknya,dan begitu juga dengan pihak TNI AL mereka seharusnya bisa bertindak yang lebih bijaksana, tidak gegabah sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dengan sia-sia.akan tetapi pada intinya dari pemerintah itu sendiri harus memperbaiki sistem hukum di indonesia yang memang carut marut, apalagi yang menyangkut hukum petanahan.itu terbukti dengan banyaknya sengketa tanah yang terjadi.[6]

B.     Analisis Kasus
Dari data di atas terbukti bahwa pada penguasaan Kolononial Belanda, pada tahun 1902 telah terbentuk suatu tatanan pemerintahan yaitu  desa dan perangkat desa beserta bukti pemilikan tanah yang dibuat oleh Mantri Cellasir pada waktu itu. Dan memberikan kekuasaan pada masyarakat Alas Tlogo untuk mengelola sebagai lahan untuk kemakmuran rakyat.
Dan yang  penting untuk dilihat bahwa pada sekitar tahun 1960 terjadi  KKO kepada Alas Tlogo untuk menyerahkan lahan kepada KKO dengan alasan akan dijadikan lapangan terbang. Pada tahun 1961 pihak KKO secara sepihak memaksa warga Alas Tlogo  menyerahkan tanah yang selama ini mereka tempati tanpa persetujuan dan tidak adanya ganti rugi kepada masyarakat. Kemudian pada pasca 1965 dimana kepemimpinan orde baru berkuasa yaitu antara tahun 1966 sampai dengan 1984 tanah tersebut beralih kepada militer dalam hal ini peralihan tanah karena sutuasi dalam keadaan genting sehingga diperbolehkan negara mengambil alih pemilikan tanah, yang kemudian dikelola Puskopal dan terakhir dipegang oleh Yayasan Sosial Bhumyanca yang merupakan perusahaan di bawah TNI AL.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa pemegang hak tanah adalah militer,  tetapi harus menjadi pemikiran pula bahwa pada awalnya kepemilikan tanah tersebut dimiliki oleh rakyat sebagai pemberian dari pemerintahan Belanda.
Dari hal tersebut di atas kepemilikan tanah Alastlogo masih simpang siur dan dari tiap-tiap pihak juga mempunyai bukti yang kuat walaupun dilihat dari legalitas pihak TNI AL  yang mempunyai bukti yang kuat.
Pihak TNI AL juga menyalahi aturan yang telah ditetapkan bahwa  TNI AL tidak boleh mengomersialkan tanah tersebut dengan menyewakannya pada PT Rajawali Nusantara. Hal ini sebagaimana di tetapkan pada UU No 5 tahun 1960 (pasal 10) tentang peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria dan UU  No 34 tahun 2004 (pasal 76) tentang Tentara Nasional Indonesia yang secara khusus mengharuskan TNI AL untuk menghentikan  praktek bisnis militer

2.      Penyelesaian Kasus

Dari data yang telah diliput oleh Antara News, diterangkan bahwa Komisi III DPR turun ke Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, untuk menghimpun dan menelusuri data tanah Puslatpur TNI AL yang menjadi sengketa dengan warga. Fauzi, anggota Komisi III DPR yang memimpin rombongan, mengemukakan rombongan anggota Komisi III turun ke Desa Alas Tlogo untuk mengetahui duduk persoalan sengketa tanah antara TNI AL dan warga tersebut dari aspek hukum.
"Kami akan kumpulkan bukti-bukti tersebut secara akurat, dan akan kami telusuri sampai ke BPN. Apakah tanah warga tersebut telah dijual atau belum. Jika terbukti tanah belum dijual, maka TNI AL wajib membeli dengan harga yang layak sesuai harga sekarang," ungkap Fauzi.
Fauzi menyarankan selama sengketa tanah antara TNI AL dan warga Desa Alas Tlogo belum selesai, hendaknya kedua pihak, baik warga maupun TNI AL, harus sama-sama 'cooling down' terlebih dulu. "TNI AL jangan melakukan kegiatan yang membuat rakyat makin resah," saran Fauzi. Ia juga minta kedua pihak yang sedang melakukan upaya hukum, nantinya harus konsekuen terhadap keputusan hukum yang bakal ditetapkan. Namun Fauzi menyarankan, jika rakyat nantinya yang kalah TNI AL bisa mengambil langkah 'win win solution'.

PENUTUP

Dari pembahasan dan analisis di atas, dapat diketahui bahwa:
a.       Pada dasarnya tanah yang menjadi objek persengketaan tersebut merupakan suatu hak milik karena terbukti dengan adanya surat-surat kepemilikan tanah yang dimiliki warga.
b.      Dengan adanya bukti yang dimiliki warga seperti petok D, letter C dan surat keterangan kepemilikan tanah yang belum pernah dimutasi merupakan cukup bukti untuk menguatkan pendapat warga bahwa tanah itu memang belum pernah dijualbelikan.

Ketika itu penduduk telah mempunyai bukti atas kepemilikan tanah yang berupa Girik dan Leter C, sehingga warga dapat membuat sertifikat tanah dengan menggunakan bukti atas kepemilikan Girik dan leter C. Namun dari pihak TNI AL juga mempunyai bukti hak atas tanah yang berupa SKEP (Surat keputusan). Karena dari kedua pihak memiliki bukti yang cukup untuk memperoleh hak atas tanah. Secara teori versi penduduk yang di benarkan, karena mereka telah memiliki bukti yang berupa Girik dan Leter C. Namun jika dilihat dari prakteknya, keduanya bisa dibenarkan, karena penduduk Alas Tlogo tidak boleh mendirikan bangunan permanen.
Dalam hal ini TNI melakukan kesalahan dengan menyalah gunakan asetnya yang pada Peraturan Pokok Agraria dan UU  No 34 tahun 2004 (pasal 76) tentang Tentara Nasional Indonesia yang secara khusus mengharuskan TNI AL untuk menghentikan  praktek bisnis militer, yang hal itu dilarang. Ditambah pula dengan pelanggaran melakukan penembakan yang dilakukan aparat TNI AL terhadap warga Alas Tlogo.






[1]Insiden%20Alastlogo%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm

[2] Sudaryo Soimin. Status Hak dan Pembebasan Tanah. Jakarta : Sinar Grafika. 1994.hal: 13
[3] R. Subekti, R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.Jakarta: Pradnya Paramita.2004.
[4] Effendi Perangin. Hukum Agraria di Indonesia. Jakarta : Rajawali. 1986.hal : 1
[5] Meteri ini pemakalah dapatkan pada perkuliahan Semester IV mata kuliah Hukum Pidana II (Kejahatan Terhadap Tanah ).
[6] Ragam%20-%20Sengketa%20berdarah%20di%20Tanah%20Pasuruan.htm

0 komentar:

Posting Komentar